Marketing @ BoP

Posted on and filed under . You can follow any responses to this entry through theRSS 2.0 . You can leave a response or trackback to this entry from your site

Malam Tahun Baru 2012 pekan lalu, saya habiskan di Wayaua, sebuah desa nelayan kecil di Pulau Bacan, Maluku Utara. Menjangkau tempat ini dari Jakarta butuh lumayan perjuangan: penerbangan sekitar 3,5 jam ke Manado,dilanjutkan ke Pulau Ternate hampir satu jam dengan pesawat balingbaling. 

Setelah itu saya masih harus menumpang kapal motor pada malam hari selama delapan jam perjalanan laut dari Ternate menuju Pulau Bacan untuk singgah di Desa Babang. Kemudian lanjut dengan perahu tempel hampir dua jam perjalanan menyusuri laut nan perawan ke desa nelayan Songa. Dari Songa saya menempuh jalan darat sekitar setengah jam ke Wayaua.

Menempuh perjalanan heroik ini saya serasa menjadi Dr Indiana Jones. Saya ada di Wayaua dalam rangka reuni keluarga besar istri yang nenek moyangnya berasal dari desa ini.Pengalaman malam tahun baru yang luar biasa walaupun desa gelap gulita karena lampu PLN mati. Di Jakarta listrik PLN mati satu jam saja pengusaha berteriak lantaran miliaran rupiah melayang. Di desa ini listrik mati tiga hari nonstop tak satu pun warga mengeluh karena sudah menjadi rutinitas.

Bersama warga desa kami keluarga besar merayakan pergantian tahun dengan hikmat, penuh kesederhanaan, kepolosan, dan kekeluargaan yang luar biasa. Blessing in disguise, layanan BlackBerryraib sejak dari Ternate dan layanan ponsel mati suri di desa terpencil ini sehingga otak fresh terbebas dari hiruk-pikuk urusan Jakarta. Keindahan laut dan panorama alam Pulau Bacan luar biasa eksotik.

Tetapi, karena saya orang marketingbukanituyangmenarik perhatian saya. Selama hampir dua minggu di desa ini saya memanfaatkan waktu sebaik mungkin menjadi etnografer amatiran, menyatu dengan masyarakat desa, dan menyelami kehidupan sosial-ekonomi mereka. Dengan keasyikan luar biasa saya ikuti bagaimana mereka mengelola kebun kelapa (untuk dijadikan kopra) dan menangkap ikan di laut sebagai sumber pencaharian subsisten mereka.

Saya ikuti bagaimana mereka bertransaksi ekonomi (di desa ini belum ada pasar sehingga seringkali barter kebutuhan sehari-hari masih menjadi pilihan). Saya potret ruang tamu, isi dapur, atau kamar tidur mereka untuk mendapatkan insight mengenai pola hidup dan perilaku konsumsi mereka.

Pertanyaan eksistensial pun kemudian menggelitik otak saya: “bagaimana seharusnya marketer memainkan peran strategisnya di tengah konsumen yang masih underdeveloped semacam ini? Saya berpikir keras dan akhirnya menemukan tiga formula berikut ini. Formula ini menjadi guiding principles dari (meminjam Prof Prahalad) apa yang saya sebut “marketing at the bottom of the pyramid(BoP)”.

Mission Is about Transforming 

Sejak awal saya tidak setuju dengan anggapan kebanyakan orang bahwa marketing adalah bentuk eksploitasi terhadap konsumen. Saya tidak setuju dengan anggapan bahwa marketingmenempatkan konsumen sebagai target dan objek penderita yang siap diperas madunya dan setelah itu dienyahkan.

Marketing haruslah menampakkan wajah humanisnya dengan menjadi sahabat,mitra, dan problem solver bagi persoalan- persoalan aktual yang dihadapi konsumen. Apa persoalan aktual yang dihadapi konsumen BoP seperti masyarakat Desa Wayaua? Persoalan utamanya adalah mentransformasi diri menjadi masyarakat yang makin baik, makin maju, makin pintar,makin makmur,dan makin berdaya.

Jika marketer mampu menjadi partner dan enabler bagi konsumen BoP dalam mentransformasi diri, brand yang ia bangun akan menjadi sangat powerful dan begitu dicintai konsumennya. Karena itu, saya mengatakan, misi terbesar seorang merketer yang menggarap konsumen BoP adalah: transforming their life not exploiting their market.

Strategy Is about Empowering 

Mengembangkan pasar BoP tidak bisa dilihat hanya dari sisi demand (mereka sebagai konsumen), tetapi juga harus dari sisi supply (mereka sebagai microentrepreneur di desa). Dengan pendekatan holistik semacam ini mereka tak diposisikan sebagai “korban”, tetapi pemain aktif yang mampu meng-empower dan mengentaskan diri dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangan.

Begitu mereka berdaya dan mampu mengentaskan diri, taraf kehidupannya meningkat dan potensi pasarnya juga akan membesar. Karena itu, strategi yang dibangun untuk mengembangkan pasar BoP harus inheren melibatkan proses pemberdayaan untuk menciptakan micro-entrepreneur sebanyak mungkin di desa.

Dalam kasus masyarakat Wayaua di atas, strategi pemberdayaan ini bisa dalam bentuk pengembangan entrepreneurship masyarakat untuk meningkatkan produktivitas hasil kopra atau untuk mengolah hasil tangkapan ikan agar memiliki nilai jual (value-added) lebih tinggi. Karena itu, saya mengatakan, strategi jitu untuk membangun konsumen BoP adalah: empowering their economy not just commercialization.

Tactic Is about Educating 

Untuk mewujudkan misi “transforming” dan strategi “empowering” di atas, di tingkat taktik dan program kata kuncinya adalah ‘edukasi’. Mereka adalah konsumen yang masih belum berkembang (underdevelop) sehingga edukasi harus mewarnai setiap program yang dijalankan ke konsumen BoP. Edukasi tak hanya sebatas mengenai produk dan layanan yang kita tawarkan,tetapi juga harus customer- centric menyangkut segala aspek permasalahan sosial-ekonomi yang mereka hadapi.

Karena itu, saya mengatakan, taktik cespleng untuk mengembangkan konsumen BoP adalah: educating not just selling. Mengikuti tiga prinsip marketing @ BoP di atas rasanya kok sulit dan repot banget.Betul! Tapi perlu diingat,begitulah kompetisi. Ketika Anda menuai sukses karena mampu melakukan hal yang sangat sulit/tak wajar, sementara kompetitor tak mampu melakukannya, Anda akan menjadi pemenang dan kompetitor menjadi pecundang.

Grameen (keuangan) di Bangladesh, Hindustan Lever (toiletris) di India, Casas Bahia (appliances) di Brasil,atau Cemex (semen) di Meksiko, adalah sedikit contoh pemenang yang sukses menggarap pasar BoP dengan inovasi marketing yang di luar kewajaran. Bagaimana dengan Anda para marketer di Tanah Air? Satu hal yang perlu Anda ingat adalah kenyataan bahwa pasar BoP di Indonesia sangat-sangatlah besar.

0 Responses for “ Marketing @ BoP”

Leave a Reply

Recently Commented

Recent Entries

Photo Gallery

Powered by Blogger.

Popular Posts

Followers

Sitemap